“Tidak perlu seseorang yang sempurna untuk membuatmu bahagia. Cukup dengan menjalani hidup dengan orang yang mencintaimu dengan sempurna karena Allah dan menerimamu apa adanya”

Kisah Cinta Aku, Kau, dan insya Allah, KUA datangya.com/aditira/story
Halo sobat sobat Datangya.com, Weekend kali ini admin ingin kembali membagi kisah cinta salah satu pengguna layanan Datangya. Nah pasangan yang beruntung kali ini kisah cinta nya admin bagi adalah kisah cinta dari mas Adit dan Mba Ira. Haloo Mas Adit dan Mba Ira.. Apa Kabarnya?? Smoga senantiasa di beri kebahagiaan ya..Sedikit informasi nih bahwa Mas Adit dan Mba Ira ini telah melangsungkan pernikahannya 15 Oktober lalu
Nah, Awal kisah cinta mereka berdua ini ternyata diawali dari postingan Mba Ira di social media yang bernuansa dakwah sehinggan mengundang rasa penasaran dari Mas Adit untuk mencari lebih tahu sosok Mba Ira. Tidak seperti kisah percintaan pada umumnya yang diawali pacaran terlebih dahulu sebelum menikah, mereka berdua memilih cara yang lebih islami, yaitu melalui proses Ta’aruf terlebih dahulu. Penasaran bagaimana kisah cinta mereka berdua selengkapnya? Silahkan simak kisah cinta mereka berdua berikut ini. Selamat membaca
♫ Mungkin tuhan ingin kita sama-sama tuk mencari.
Saling merindukan, dalam do’a-do’a mendekatkan jarak kita
Tuhan pertemukan aku dengan kekasih pilihan
Seseorang yang mencintai-Mu, mencintai Rasul-Mu
di Multazam ku meminta ♫
(Halaqah Cinta – Kang abik)
Berbekal keyakinan akan janji Allah yang menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan dari jenisnya sendiri agar merasa tenteram, kami berdua yakin suatu saat Allah akan mempertemukan jodoh pilihan untuk kami. Entah kapan dan dimana. Yang kami tahu hanyalah berusaha memantaskan diri, memperbaiki diri menjadi pribadi lebih baik dan menjadikan masa lalu sebagai pelajaran berharga untuk melangkah ke depannya.
***
#Adit#
Berawal dari beberapa postingan yang bernuansa dakwah di media sosial dan postingan pribadi menarik lainnya, saya penasaran dan merasa ingin mengenal lebih dekat lagi seseorang di balik akun @iraistiqamah. Bukan hendak menjadikannya pacar, tetapi hati kecil saya berbisik “dia sosok wanita yang bisa menemani sisa hidup di dunia ini dalam ketaqwaan kepada-Nya.” Berbekal informasi yang saya kumpulkan berbulan-bulan, saya pun memantapkan diri untuk menghubungi Ira melalui pesan singkat. Ketik, hapus. Ketik lagi, hapus lagi. Begitu berulang kali, saya bingung memulai perkenalan. Namun akhirnya saya memberanikan diri mengirim sederet kalimat perkenalan. Saya ingat jawaban Ira sebagai balasan deretan panjang perkenalanku, “oh iya, ada yang bisa saya bantu Mas?”. Singkat, tapi jawaban itu cocok dengan rentetan pesanku selanjutnya, saya ingin serius meminangnya dengan jalan ta’aruf terlebih dahulu. Sungguh naif. Tapi pesan itu sudah terlanjur terkirim Saya hanya sedikit berharap Ira yang sedang membaca pesannya di layar handphone tidak kaget hingga membuat heboh sekantor ataukah menyangka pesan itu hanya nyasar ke nomornya dan langsung dimasukkan ke kotak sampah, mirip dengan pesan penawaran pinjaman perusahaan finance yang kurang tahu sopan santun. Namun saya berharap banyak proposal ta’aruf yang kusodorkan bersambut baik. Sayangnya, kesempatan pertama berbuah pahit. Ira mengembalikan proposalku, ditolak.
Saatnya menyusun rencana selanjutnya, bismillah.
#Ira#
Siapa dia? Namanya terlalu singkat untuk bisa dideteksi spesifik di dunia maya. Sudahlah, lupakan. Tumpukan nota-nota dan sederet tugas bendahara lainnya masih lebih utama untuk kuselesaikan. Saya sudah melupakan pesan singkat itu dan kembali tenggelam dengan rutinitas di Batam. Tanpa tahu bahwa di dalam salah satu kamar kost di Bintaro, ada seseorang yang kembali menyusun perbaikan proposalnya untuk menghubungiku lagi. Permintaan yang sama dengan pesan awal yang membuatku menjadi patung sejenak saat membacanya.
Pesan yang memaksa saya merasa perlu melakukan pengamatan, mencari tahu tentang seorang Aditia, berdiskusi dengan kedua orangtua, konsultasi dengan ustadz dan tidak lupa beristikharah untuk mengambil pilihan, tolak atau terima. Ternyata Allah membuat hati saya lebih condong menerima ta’aruf dengan Aditia dan meluruskan niat menikah selanjutnya, meninggalkan jejak masa lalu dan bertekad menjadikannya pelajaran berharga. Meskipun saya belum pernah melihat Adit sebelumnya ataupun mendengar suaranya, namun dari perbincangan seputar visi misi menikah dan pertukaran informasi selama proses ta’aruf, akhirnya saya meminta Adit berkomunikasi dengan kedua orangtua saya untuk melangkah ke proses selanjutnya. Lamaran. Halalkan atau tinggalkan, demikian aturan yang telah kutetapkan sebelumnya.
***
Demikianlah kuasa Allah merajut kisah kami yang berpisah jarak jauh, memangkas perbedaan usia, status, dan sederet perbedaan lainnya. Tidak sedikit hambatan kecil hingga permasalahan yang cukup menguras tenaga dan pikiran yang kami hadapi dalam rentang waktu yang sangat singkat sejak awal perkenalan hingga saat ini. Tanpa adanya tangan Allah yang menggenggam hati dan ubun-ubun kami, niscaya kami tidak pernah sampai di titik ini. Mengenang tanggal 22 Mei 2015 kala bertatap muka untuk pertama kali di Bandara Soekarno-Hatta dalam perjalanan pulang ke kampung halaman kami, Makassar. Ira menghadiri acara orangtuanya bersama kedua adiknya yang sedang kuliah di Bogor dan Bandung. Sedang saya sengaja pulang untuk membawa ibu saya berkunjung ke rumah Ira, berkenalan dengannya. Hari dimana menjadi pijakan pertama yang kemudian menambah keyakinan kami untuk menyempurnakan separuh agama, mengikuti perintah Allah dan kekasih-Nya, Rasulullah Muhammad shallalahu alaihi wasallam. Pertemuan pertama dari (hanya) dua kali pertemuan sebelum keluarga saya meminang ke orang tua Ira tanggal 12 September 2015.
Kayakinan itu bertambah kuat seiring doa istikharah-istikharah yang kami lesatkan ke langit. Meski tidak mengenal sebelumnya dan minim komunikasi semata-mata menjaga hati. Namun, dibalik perbedaan yang ada, terselip banyak kesamaan dalam diri kami yang menjadikan kami condong satu sama lain. Berharap Allah menyatukan segala perbedaan di antara kami sebagai bekal mengarungi bahtera pernikahan kelak.
“Tidak perlu seseorang yang sempurna untuk membuatmu bahagia. Cukup dengan menjalani hidup dengan orang yang mencintaimu dengan sempurna karena Allah dan menerimamu apa adanya”.
Leave A Comment